24.03.2006
Suatu ketika akhirnya aku berhasil
bertemu denganmu setelah beberapa
kali pembatalan berkat kesibukan
yang sering kali berhasil menghalang-
halangi diantara aku dengan engkau.
Saat aku tiba di tempat yang telah
dijanjikan, aku terpana dan terdiam
saja memandang tangis yang begitu
cemerlang di langit matamu.
Tadinya aku ingin menemani, tapi
melihat tangismu begitu indah dan
sempurna, jadinya kuurungkan niat itu
karena khawatir tak sanggup menyaingimu.
Lama ditunggu, tangismu selesai juga
akhirnya. Aku menyapa: "Apa kau suka
menangis seperti ini?""Menangis itu hobi!"
"Aku baru pernah dengar. Apa tujuannya?"
"Ah, norak sekali kau ini! Menangis itu
membebaskan. Jadi aku dapat mengeluarkan
perasaan-perasaan yang terpendam, bahkan
dapat lebih dikengembangkan dengan kreatif."
"Tampaknya kau memang seorang pemurung...”
"Wah, bego juga lu ya!? Tangis malah sering
menghiburku waktu sedih. Menangis adalah
senang-senang. Bisa sambil nyanyi dan menari."
"Heh? Padahal aku kadang menangis
tapi tak pernah merasa seperti itu."
"Haha. Rugi donk! Kau pasti iri denganku.
Sudah ah. Percuma bicara dengan orang
yang tidak jelas. Lagipula masih belum
kuselesaikan lanskap senja yang mambang
di tepi hari.""Kalau begitu sampai jumpa.
Lain kali akan kusiapkan argumen yang
lebih lengkap dan tangisan yang lebih mantap.”
“Nanti kita duel saja!”