Friday
Pesan Semalam
31.03.2006


Ketika malam, pesan hanya akan menjadi
rumah kecil yang menyenangkan:
tempat menyimpan dan menikmati
sisa rindu yang berlimpah-limpah.

Kita pun tersenyum-senyum (dan kalau
perlu menangis) oleh betapa lucunya
cinta dan betapa culunnya kita.

Suatu saat akan kusimpan saja dirimu
dalam sebuah senja yang tak tergapai
oleh malam. Sehingga dapat kuawetkan
senyummu dalam sebuah puisi
yang tak terkikis oleh waktu,
yang tak ada matinya.

"Selamat datang nasib!" Kau berseru.
Dirimu lenyap. Tahulah aku sekarang
bahwa akan selalu ada yang memisahkan kita.

Aku ingin duduk diam saja ketika malam
sedang temaram, sambil membaca pesan:
tempat menyimpan dan menikmati sisa
rindu yang berlimpah-limpah.
 
Steven menulis pada 17:52 | buka halaman | 0 komentar
Thursday
Sampai di Sini Dulu
30.03.2006


Pada sebuah pertemuan dimana
keceriaan begitu penuh dengan imaji.
Sesaat saja aku mengincar dirimu,
merangkai cerita, merangkum cinta.

Entah, kau malah mondar-mandir di antero
skeptis cinta lalu lenyap di antara kenangan.
Hanya kata-kata terakhirmu begitu romantis:
"Kau tak akan pernah kesepian,
bangsatku sayang. Cinta hanya seperti
celana dalam yang kecut baunya."

Kau memang pandai menoreh luka dan
menyuburkan rindu. Mungkin kali ini
memang sudah gilirannya:
penyair harus kalah. Coba tebak:
siapa yang sedang berangsur mampus?

Aku sudah lupa cara bercinta.
 
Steven menulis pada 18:04 | buka halaman | 0 komentar
Friday
Menangis, 2
24.03.2006


Suatu ketika akhirnya aku berhasil
bertemu denganmu setelah beberapa
kali pembatalan berkat kesibukan
yang sering kali berhasil menghalang-
halangi diantara aku dengan engkau.

Saat aku tiba di tempat yang telah
dijanjikan, aku terpana dan terdiam
saja memandang tangis yang begitu
cemerlang di langit matamu.
Tadinya aku ingin menemani, tapi
melihat tangismu begitu indah dan
sempurna, jadinya kuurungkan niat itu
karena khawatir tak sanggup menyaingimu.

Lama ditunggu, tangismu selesai juga
akhirnya. Aku menyapa: "Apa kau suka
menangis seperti ini?""Menangis itu hobi!"
"Aku baru pernah dengar. Apa tujuannya?"
"Ah, norak sekali kau ini! Menangis itu
membebaskan. Jadi aku dapat mengeluarkan
perasaan-perasaan yang terpendam, bahkan
dapat lebih dikengembangkan dengan kreatif."

"Tampaknya kau memang seorang pemurung...”
"Wah, bego juga lu ya!? Tangis malah sering
menghiburku waktu sedih. Menangis adalah
senang-senang. Bisa sambil nyanyi dan menari."
"Heh? Padahal aku kadang menangis
tapi tak pernah merasa seperti itu."
"Haha. Rugi donk! Kau pasti iri denganku.

Sudah ah. Percuma bicara dengan orang
yang tidak jelas. Lagipula masih belum
kuselesaikan lanskap senja yang mambang
di tepi hari.""Kalau begitu sampai jumpa.
Lain kali akan kusiapkan argumen yang
lebih lengkap dan tangisan yang lebih mantap.”

“Nanti kita duel saja!”
 
Steven menulis pada 18:08 | buka halaman | 0 komentar
Pengrajin Waktu
: Janni
17.03.2006


Ah. Kau ini, main-main saja
dengan bingung. Padahal bingung
begitu simpel dan sederhana.
Waktu yang begitu perkasapun
tak dapat berbuat apa-apa.

Secuil resah tak pernah datang
sebentar. Bahkan tak tanggung-
tanggung, mereka menyergap!
Tapi rileks sajalah. Sebab
setahuku memang jarang ada
yang berhasil mengusik
keceriaanmu.

Di antara sekarang dan saat nanti,
memang lebih pedih masa dulu.
Padahal selama kau begitu akrab
dengan pengerajin waktu yang
begitu baik. Cinta tentu belum
akan selesai, dan sahabat lama
yang tak pernah sia-sia.
Harapan sudah mampir sejak lalu.
 
Steven menulis pada 18:23 | buka halaman | 0 komentar