Thursday
Penanggalan Rasa
: Felicia Franshisca
31.08.2006


Setiap malam kau tulis selalu
ceritamu dalam diari untuk
mengenang cinta yang meyakinkan.
Dan kau coba jadi lebih baik
lagi esoknya walau ragu:
kebahagiaan yang kau bawa
pulang, atau kesedihan yg
membawamu pulang.

Bolehkah kuduga lagi kabarmu
sebagai penenang hati?
Paling tidak ada kataku
yang menyertaimu.
Kata yang selembut doa dan
hati mencari senyummu.

Jika kesedihan menemani,
peluklah hangat dia dan
kecuplah keningnya sedalam
rindu. Sebab kesedihan akan
menenangkan perasaanmu
dan ia adalah teman
ngobrol paling baik hingga
sepi mengernyit pada malam.

Ketika kebahagiaan tertawa
denganmu di sepanjang
jalan pulang, tenanglah:
berbahagialah secara sederhana.
Tak ada yang lebih ceria
dari cinta, bukan?
 
Steven menulis pada 21:15 | buka halaman | 1 komentar
Diari Pelukis
27.08.2006


Seorang pelukis mengandung
dan melahirkan lukisan secara
teratur demi kehidupan anak-anak
perasaan yang selalu dirawatnya
dalam buaian warna.

Ketika senang, dilahirkanlah
anak-anak senyum dan tawa,
lalu mereka pun berlompatan
riang gembira memenuhi kanvas;
menciptakan sebuah tamanwarna
yang tak terlukiskan.

Di waktu sedih, berbuncah-buncah
anak duka dan airmata berangkat
meratap pada kanvas, bercampur
warna sendu; menciptakan
hutanwarna yang tak tertahankan.

Semakin hari, dia menjadi
mengerti bagaimana menjadi
iburasa dan ibukata yang baik.
Malah sudah dapat ia ciptakan
lanskap di mana hatinya
tercenung lama di sana.

Ah.. Dimana jagoan kecilku?
Pelukis mencari kuasnya:
teman menjelajah putih kanvas
yang luasnya tak terselesaikan.

Dia teringat kalau kemarin
ditorehnya lukisan malam dengan
rembulan, dan dibubuhkannya
sebuah pondok tua dari magenta.
Kuas tiba-tiba terkekeh:
Tempat kencanmu dulu, ya?
Lalu kuas ingin mampir di sana
sebentar untuk minum teh
sambil bercanda dengan bulan.

Pelukis sendirian sekarang,
menunggu kuas sedang berlibur.
Ditubruknya sesendok teh,
dinikmati dengan pemandangan
di sekitarnya yang melulu
hanya lukisan diorama lanskap.

Teh hangat: coklat keemasan.
Dia melihat sinar purnama
seperti di lukisan malam
memantul ke permukaan.

Kemudian lirih terdengar
bisikan kuas:
Mari kita minum sama-sama,
dan menginaplah di sini:
semalam bersama purnama.
 
Steven menulis pada 17:46 | buka halaman | 0 komentar
Friday
Denting Sepanjang Hati, 2
: Milka Basuki
25.08.2006


Di kafe itu aku singgah,
mencari sejuk hati
pada kopi secangkir.

Melihat serakan kata
berlumuran kopi, aku terdiam.
Itu kata adalah pesan:
pianopuisi yang kuberi padamu.

Ah. Mungkin mereka hendak
mengucapkan sesuatu.
Entah lewat baca,
atau melalui suara.

Kupandang dalam sejenak kopi ini.
Hitam. Hitam inikah maksudmu?

Ting. Kata menjelma jadi nada.
Mata terpejam dan tiba-tiba gelap
memenuhi ruangan: suara piano
berdenting sepanjang hati.

Ting...
 
Steven menulis pada 22:31 | buka halaman | 0 komentar
Wednesday
Milka Basuki
gelap yang berlumur kopi
-untuk setip

seorang kawan berbaik hati
kirimkan katakata berlumur kopi buatku.
hadiah ulang tahun, katanya.

menghitung resah atau bahagia,
suatu hari nanti kau akan berjumpa denganku;
waktu gelap telah menjadi kawanmu juga.
 
Steven menulis pada 17:57 | buka halaman | 0 komentar
Saturday
[Kutipan] Penyair Adalah Seniman
"Orang yang bekerja dengan tangan adalah buruh;
orang yang bekerja dengan tangan dan pikiran adalah pengrajin;
orang yang bekerja dengan tangan, pikiran dan hati adalah seniman."

Louis Nizer
 
Steven menulis pada 12:08 | buka halaman | 3 komentar
Diari Kuas
19.08.2006


Sebuah kuas melamun ketika
pelukis tengah meminjam tubuhnya
bagi kemolekkan sebidang kanvas.

Ia membayangkan betapa
menyenangkan bila suatu saat
nanti dirinya dapat hidup damai
bersama keindahan hasil peluhnya.

Kuas ingin sekali tinggal dalam
lukisan senja kesukaannya: mambang
langit dan merdu keheningan;
sambil merapikan lunglai tubuh
yang makin gemilang oleh
limbah waktu.

Dan lain kesempatan, kuas pun
bisa mampir ke lukisan malam untuk
minum teh besama bulan di sebuah
pondok sambil direbahkannya
panjang-panjang kenangan tentang
pelukis dan lukisan-lukisan
kesayangan.

Jika kuas sudah lelah, kemudian
bulan akan berlapang hati
mengistirahatkan temannya itu
di kuburan dekat situ;
di bawah sinar purnama.
 
Steven menulis pada 11:41 | buka halaman | 1 komentar
Thursday
Denting Sepanjang Hati
: kado ulang tahun buat Milka
17.08.2006


Secangkir kopi termenung,
menemanimu di kafe.
Di meja kau kumpul setiap
hangat kepul kesukaanmu.

Entah kau sedang menghitung
resah atau kebahagiaan
yang masih belum, sambil
membaca bait-bait kalender.

Kesedihan dapat dibuang
setelah dipakai, katamu.
Kesenangan bisa disimpan
dan dinikmati kapan waktu.

Kau baca kartu ucapan
bergambar piano dari puisi:
Selamat ulang tahun.
Kau tertarik
pada riang lagu selirik.

Tiba-tiba ada yang lirih
berdenting: piano itu atau
cangkir yang kini kering?
 
Steven menulis pada 20:48 | buka halaman | 1 komentar
catatan sketsa #03
Menjodohkan Kata
PERNAHKAH ketika ingin menulis puisi, kita malah tak dapat menemukan kata yang pas walaupun telah kita bongkar semua daftar kata? Kurasa yang kau butuhkan adalah bersabar, lalu cobalah berdamai kembali dengan kata-kata. Kita kenali lagi pendirian mereka masing-masing hingga kata-kata pun kembali mempercayaimu sebagai teman baik. Dari situlah kau boleh mulai menjodoh-jodohkan mereka dan mereka tentu akan menjadi pasangan serasi berkat pengenalan yang telah kau selami.

Marilah kita tengok beberapa puisi teman-teman yang telah berhasil menjodohkan kata:


Tapi,
mungkinkah kau lupa bahwa selalu kuletakkan kunci pintu belakang
itu pada lubang angin segitiga itu? Kau boleh mampir kapan saja.
Seperti saat sebelum hari pertama dari hari ini.


Setoples Peta dan Sajak Kadafer
Milka Basuki


stasiunstasiun kenangan
dipancangkan
di vena dan arteri
suatu waktu terlepas
rubuh menimpaidentitas
dan kita amnesiasepenuhhati.
Sudut Dunia
Rya Yunnianto


Pembentukan kata yang hebat, bukan? Tekunlah mengenali kata, sehingga kita akan dapat menghasilkan kata baru yang tak hanya berhasil menyampaikan maksud hati paling dalam, tapi juga dapat menantang logika--di sini penyair bermain--. Dengan perbekalan yang kuat inilah, kita dapat terus menjelajah ke rimba puisi yang lebih dalam.

Ayo, kawan…

Labels:

 
Steven menulis pada 19:42 | buka halaman | 1 komentar
Sunday
Diari Pelajar
13.08.2006


Ada pelajar malas yang pekerjaannya
hanya menulis puisi setiap waktu:
sehabis bangun tidur, mau mandi,
ketika makan, bahkan waktu kencan.

Padahal tugasnya sekolahnya
bertumpuk dan semuanya begitu
semangat untuk diselesaikan.
Kalau bisa hari ini juga.
Tapi sayang, pelajar sok pintar itu
tak pernah peduli dengan mereka.
"Belum tau yah kau kalau
kami sudah mulai kecewa?"

Entah puisi apa lagi yang hendak
ditulisnya. Sebuah sajak tiba-tiba
menegur: Taruhlah sebuah jam raksasa
di kamarmu, supaya engkau sadar oleh
betapa gagahnya waktu. Pelajar
tiba-tiba tercenung mendengarnya.

Sore itu, pelajar manja tertidur
pulas berselimutkan mambang;
ditumpukan puisi-puisinya.
Ia mimpi kalau puisi sudah besar
dan sudah bisa mandi sendiri.

Dipeluknya erat sebuah buku puisi
kesayangannya dan senja berangsur
semakin larut.
 
Steven menulis pada 14:30 | buka halaman | 1 komentar
Friday
Diari Ibu
11.08.2006


Menjelang malam yang semakin larut,
ibu menceritakan kisah kepada anaknya
yang menjenjang malam dengan semraut.

Anak ini memang suka mengerjai ibunya.
Padalah malam sudah berjuang keras
menidurkannya. Ia malah berseru:
Ayo ibu! Ceritakan kisah ayah dalam
seribu satu ranjang di sarang penyamun.

Ibu pun mendadak menitikkan airmata:
mengenang ayah yang adalah seorang
penyair dan selalu berkelana ke dunia
puisi. Kadang ibu minta peluk, eh,
cuma diberi oleh-oleh dari negeri
antahberantah: rencana-rencana
panjang sebuah perantauan.

Ini kutinggalkan untuk anak kita
yang manis itu. Simpanlah baik-baik
agar kelak ketika dewasa, ia bisa
mengikuti jejakku: mencari makna
di sepanjang keharibaan puisi.

Seberapa jauhkah perjalanan ayah?
Tanya anak itu menyambut kantuk.
Ibu tiba-tiba tersenyum mengingat
cintanya yang tulus lebih jauh
dibandingkan perjalanan kedua pria
kesayangannya itu.
 
Steven menulis pada 19:14 | buka halaman | 2 komentar
Thursday
Hurt Out
acrylic on paper
10.08.2006




















sketsa: Steven Kurniawan
 
Steven menulis pada 22:04 | buka halaman | 1 komentar
Self Sadness
acrylic on paper
09.08.2006




















sketsa: Steven Kurniawan
 
Steven menulis pada 18:43 | buka halaman | 4 komentar
Sunday
Profesorkata
: Hasan Aspahani
06.08.2006


Dahulu ada seorang profesorkata
yang tekun melakukan berbagai
penelitian demi kesejahteraan
dunia manusia dan puisi.

Profesor bekerja begitu keras hingga
lelah. Ia pun membutuhkan seorang
rekan lalu diciptakanlah sahabat
dan diberi nama: kataprofesor.
Sejak saat itu setiap hari mereka
berlatih kompak melayani sajak.

Kini pekerjaan jadi terbagi dua:
profesorkata meneliti melahirkan
sajak, kataprofesor mencari
asal-usul dan mencatatnya dalam
mitologi sajak.

Setelah bertahun-tahun profesor
bekerja, berlimpahlah varietas sajak.
Mereka semua nanti akan merangkai
namamu dan sahabatmu itu yang
menulis garis-garis tubuhmu sebagai
mitologi: peristirahatan waktu.
 
Steven menulis pada 20:01 | buka halaman | 0 komentar
Saturday
Beserta Gerimis Malam
05.08.2006


Di busstop ini kita menanti bus:
kendaraan paling nyaman di kala
gerimis. Bus yang rajin terlambat
dan goyangannya pun tak asing lagi.

Sambil menangis kau menemani
langit mengucurkan airmata.
Aku belum lagi mengatakan kepadamu
bahwa setiap pertemuan merencanakan
sebuah rindu. Kau semakin terisak.
"Marilah kita menangis.."

Menunggu: bus langganan kita belum
juga tiba. Aku bilang ini harapan.
Tapi tiba-tiba kau berbisik kalau
cemas sulit diajak berdamai.

Ketika bus tiba, sepi mendadak gaduh.
Aku khawatir karena kadang-kadang
gundah mengisyaratkan sesuatu.
Matamu terpejam dan engkau selami
hati yang dalam bagai malam.
Hatimu: rumah rindu.

"Malam ini kita hendak ke mana?"
"Aku ingin ke rumah gerimis..!"
"Penasarankah engkau dengan ia
yang selalu setia menemani kita?"

Bus bergegas:
menelusuri malam hingga larut.
Aku gelisah menanggapi perpisahan.
 
Steven menulis pada 00:57 | buka halaman | 3 komentar