22.09.2006
Kota sudah semakin kilat,
namun anak itu hanya punya
sepeda tua yang harus
dikayuh untuk membalap zaman.
Sepeda ia kendarai menelusuri
pagi sambil berbagi hangat
koran: lelah yang tak pernah
terbaca. Siangnya menelusuri
kesemrautan sepanjang
jalur-jalur three in one
sampai ke Stasiun Kota beratap
lubang pengintip langit.
Di situlah ia sering tertidur
kalau cuaca sedang hujan
dan tetes air cuma menemani
senandung mimpinya yang
mulai berseri dan kenyataan
tak pernah berhasil dirilis.
Liurnya sudah merupa peta
untuk dijelajahi. Hujan semakin
lebat dan penjaga stasiun
terdiam lama dalam kernyit
di kening terpulas itu.
ya, masa dan kota sudah seperti kilat, kita hanya terkenyit dengan air liur mengalir - kelesuan.