mengapa pula aku terhenti di stasiun ini
saat langit hujan dan kelopak-kelopak mawar
bertebaran di lantai (mawar yang tumbuh subur
di dada dan terus menghadap kepada engkau)
dan angin menahan diri, tak berani mengusik
bukankah di sinilah kita pernah mengucapkan
perpisahan ketika engkau berlarian kembali
melawan laju kereta, dari jendela ke jendela
ketika aku memandangmu bagai guliran setali pita
film hitam-putih tanpa suara, mengekalkan ini
betapa lagi kupetik kelopak-kelopak mawar
: ragu yang bisu membilang waktu, sedangkan
jadwal kedatanganmu sudah lama sekali berlalu
dan langit pun tampaknya mengerti bahwa menangis
sendirian itu sangatlah tidak menyenangkan
18 Januari 2010