30.07.2006
Buku itu bersitegang di atas
meja. Ya. Aku ingat. Dosenku
pernah memberi wejangan:
Tekun-tekunlah membaca supaya
ide-ide dapat belajar
menemukanmu di tumpukan
suasana hati.
Di buku itulah aku harus
menuliskan ide-ide.
Entah siapa menemukan siapa.
Sebab sejak aku belajar membaca:
hujan, langit, lukisan, puisi,
waktu, hingga diriku sendiri;
hanya keterkejutan saja yang
bertegursapa denganku.
"Hai, dik! Kau tersesat?"
Sekian hari, buku tambah
mendebarkan dan bimbangku makin
lengkap. Entah siapa menanti siapa.
Keadaan malah menjadi rumit jadinya.
Mengapa begitu menakutkan, cemas?
Tak satu pun dari kami yang berani
berkutik: memahami diri.
jangan takut, kawan.
aku bersamamu.