Saturday
Dalam perjalanan
setelah menempuh jarak dan waktu, hanya ada
satu hal yang aku mengerti bahwa sungguh
sulit bagi perjalanan ini untuk mencapaimu
kaki ini sudah lelah, langkahnya kian kacau:
kadang majunya bersamaan, kadang arahnya
suka berlawanan dan tak pernah bisa damai
tangan ini tak lagi terkendali gerakannya:
kalau disuruh membuka peta malah dikoyak,
senangnya merogoh saku lalu mengambil fotomu
mata ini semakin rabun dan semakin tak mampu
membedakan antara ilusi dan imajinasi sebab
engkau bagaikan dekat tapi tak tergapai-gapai
telinga ini mulai lengah menangkap suara radio
yang masih terus mencari gelombang cintamu dan
pinginnya dapat lekas-lekas mendengar suaramu
doa paling sinting: jemput aku dong, sayang
sebab tubuhku segera habis dilukai rindu dalam
perjalanan yang semakin kutempuh semakin jauh
23 Januari 2010
Thursday
Dalam komik tiga panel
1)
di dalam komik tiga panel ini
ia menempatkan kita di dua panel
berbeda: hanya terpisah oleh garis
namun tak ada yang tahu di mana kita
sebab ia tak mencantumkan apapun
di sisi panelmu dan juga panelku
ia tak pernah membubuhkan apapun juga
tetapi
jarak ada tanpa perlu dicipta, bukan?
aku hanya dapat berharap kalau saja
ia pernah menuliskan alamatmu di sudut
kertas ini sehingga dapat kukirimkan
rinduku-rinduku agar menghiasi panelmu
2)
di dalam komik tiga panel ini
tak ada apapun kecuali engkau
dan aku dalam dua panel berbeda
: saling diam menyaksikan jarak
yang kadang rumit kadang hampa
dan juga sebuah balon kata-kata,
siaga menangkap segala percakapan
tetapi aku mengerti: hanya dengan
diamlah aku dapat mempelajari diammu
3)
kita mulai menerka-terka apa yang
bakal terungkap di panel terakhir
balon kata: tak mengisyaratkan apapun
sedangkan waktu (yang juga ada tanpa
perlu dicipta) masih tak bisa terbaca
dan terus saja dipenuhi arsiran hitam
21 Januari 2010
Tuesday
Majulah perahu, lajulah!
pagi ini langit meleleh perlahan sehingga
bumi pun perlahan pasti digenangi kenangan
jalan-jalan kembali basah dan kami boleh
ikut terharu, menciptakan mataair yang jauh
terlihat anak-anak sedang bermain perahu
kertas dari foto-foto usang tentang ingatan
masa kecil yang menghambat pertumbuhan
sambil bersorak: majulah perahu, lajulah!
arungi waktu, menuju lupa yang damai dan kekal
memandangnya, airmata kami semakin deras
ikut mengantar perahu-perahu menggapai mimpi
menuju masa silam yang terkenal menyesatkan
dan karena khawatir, kami turut melipatkan
perahu dari secarik kertas yang konon adalah
sebuah peta buatan pribadi: sangat rahasia
perahu kertas itulah yang kemudian sangat
kami rindukan sebab di dalamnya tersimpan
diri kami yang masih lucu dan belum terluka
oleh usia namun kami hanya bisa menunggu
sambil berdoa: semoga perahu peta kembali
pulang dan terlindung dari baur debur nestapa
19 Januari 2010
Monday
Perhentian di stasiun
mengapa pula aku terhenti di stasiun ini
saat langit hujan dan kelopak-kelopak mawar
bertebaran di lantai (mawar yang tumbuh subur
di dada dan terus menghadap kepada engkau)
dan angin menahan diri, tak berani mengusik
bukankah di sinilah kita pernah mengucapkan
perpisahan ketika engkau berlarian kembali
melawan laju kereta, dari jendela ke jendela
ketika aku memandangmu bagai guliran setali pita
film hitam-putih tanpa suara, mengekalkan ini
betapa lagi kupetik kelopak-kelopak mawar
: ragu yang bisu membilang waktu, sedangkan
jadwal kedatanganmu sudah lama sekali berlalu
dan langit pun tampaknya mengerti bahwa menangis
sendirian itu sangatlah tidak menyenangkan
18 Januari 2010
Sunday
Dengan Surat
dengan suratlah sebetulnya kita mampu
mengucapkan pesan dengan begitu lembut
dan jujur sebab dusta cuma soal lidah
maka kubuka pula suratmu di mana hanya
kau gambarkan sebuah peta: menciptakan
jarak di antara kita sebab tak kutemukan
engkau di sana (sedang aku hanya setitik
dengan tanda panah kecil tanpa nama)
resah menerka, tiba juga surat keduamu
dan kali ini engkau gambarkan sebuah
kalender dengan kotak-kotak kosong
beserta catatan kecil yang berbunyi
: silakan tambahkan penantianmu sendiri
aku hanya mampu membalas, singkat saja,
sebetulnya dengan suratlah kita mampu
mengaduh dengan begitu sunyi dan tenang
tanpa harus bertanya apapun soal sebab
17 Januari 2010
Saturday
Rain Catching
Rain CatchingInk on paper
2010
Wednesday
Lapangan udara dan pertemuan
hanya di lapangan udara kita dapat
menerbangkan kenangan, mengucapkan
perisahan dengan utuh dan sempurna
tetapi tak ada kepergian yang tak
rindu berpulang kepada hati, bukan?
hanya di lapangan udara saja kita
menangkap setiap yang akan kembali
ke dalam seluk beluk peluk di dada
sebab kepulangan ini terbayar mahal
lunas sudah: kau tebus pula dirimu
selamat datang, eh,
selamat tinggal. Mana lebih dulu?
barangkali kita sangatlah pesimis
dengan perjumpaan yang selalu cuma
menorehkan luka panjang: tanda mata
bagi perpisahan kita selanjutnya
tiada yang lebih baik dari tangis
perpisahan, katamu, yang sanggup
memadamkan duka dan murka di hati
dan menumbuhkan rindu yang selalu
mengantar engkau kembali kepadaku
13 Januari 2010
Monday
Menunggumu di stasiun
1)
di stasiun ini aku menunggu sambil
menggenggam selarik bait yang masih
gagal menyebutkan engkau kemudian
dengan pena kubetulkan saja. Namamu
2)
jam tangan berdetik dengan seksama
pertanda sedang gugup. Ia membayangkan
dirinya menjadi roda-roda kereta dan
pergi bergegas untuk menjemput engkau
3)
dalam bisu, peta jalur terus melacak
di manakah engkau? Dibacanya berulang
keberadaanmu menelusuri nama dan letak
yang memudar. Melawan putih ingatan!
11 Januari 2010
Friday
Cinta Tak Ada
tidak lagi kita menyebut apapun
di semesta ini, tak juga cinta!
(ada yang masih menunggu sampai
membeku) dan tentu: kita harus
menyangkal kedua belah mata ini,
bersumpah melupakan warna darah
tetapi siapakah ia yang masih
saja memandang jauh sia-sia?
janganlah mengucapkannya sebab
segalanya bakal cepat sirna,
bukankah?
dalam sekejap sebetulnya
marilah kita berduka, mencungkil
hati sendiri-sendiri (tapi cuma
terdapat sebongkah batu, sungguh)
tak ada darah!
ada di manakah?
jangankan kita terlupa,
ia memang tidak mungkin ada
(walaupun kita sudah bersumpah)
08 Januari 2010
Thursday
Say something to me
Say something to meInk on paper
2010
Wednesday
Sajak berjudul panjang
Di atas kertas putih ini aku tak tahu
harus menuliskan apa lagi tentang kita
sebab aku sudah terlampau merindukan
engkau dan ingin sekali kutuju dirimu
melalui garis tersingkat di antara kita
aku -------------------- kamu
06 Januari 2010
Sunday
Sehingga kita lupa alasan untuk ada
1)
musim ini memang tak banyak kata-kata
tentang kita: pada lembar dedaun pagi
sebelum mengepul juga menjadi luap uap
meliuk lekuk bagai lambai perpisahan
sebetulnya hendak ke mana kita jika langit
hanyalah jeda biru dalam bingkai jendela
yang mereka tuding: awan cumalah awan
2)
akankah selamanya kita merintik di sini
mencair sia-sia bagaikan sisa-sisa gerimis
ketika tak siapa pun melewati halte bus ini
kecuali seseorang yang tersekap dalam hujan
sambil menunggu, ia melanjutkan sketsanya
dengan membubuhkan garis-garis diagonal kepada
jendela sambil mengaku: hujan cumalah hujan
03 Januari 2010
Friday
Selamat Tahun Baru
selamat tahun baru, katanya berulang kali.
Mungkin mereka pikir itu adalah waktu
yang menyiklus (atau bagiku, menumpuk) pada kalender
sehingga minggu terus mencerna minggu
dan menggabung diri agar mencapai tahun.
selamat tahun baru juga, barangkali, katamu.
Sebab apakah waktu? Adapun jam dinding
sudah sejak lama pulas dan dengkurnya tentu
saja sudah bosan engkau mendengarnya
dari detik menuju detik, ia tidak berhenti.
selamat tahun baru, sekali lagi. Sesungguhnya
ia hanya ada dalam tubuh dan kedatangannya harus
ditebus dengan usia atau juga kematian kita
sendiri-sendiri (barangkali waktu itu ajal).
Adapun ia sudah sejak lama pulas sedangkan
kita masih setia menatapnya, angka-angka itu,
selagi bisa.
01 Januari 2010